NagaQQ - Perkenalkan namaku Lastri, sudah enam bulan aku bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga di keluarga Pak Bagus, Aku memang bukan seorang yang sekolah tinggi, hanya lulusan SD saja di desa. Tapi karena niatku untuk bekerja memang sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya aku pergi ke jakarta, dan bisa mendapatkan pekerjaan yang majikan yang baik dan bisa memperhatikan kesejahteraanku.
BACA JUGA : Seks Dengan Pacar Kakak Ku
Ibu Bagus pernah berkata kepadaku bahwa beliau menerimaku menjadi pembantu rumah tangga dirumahnya lantaran usiaku yang relatif masih muda. Ibu Bagus tidak tega melihatku tidak jelas di kota besar ini. “Jangan-jangan kamu nanti malah dijadikan wanita panggilan oleh para calo WTS yang tidak bertanggungjawab.” Itulah yang diucapkan Ibu Bagus padaku.
Usiaku memang masih 18 tahun dan aku sadar bahwa aku memang lumayan cantik, berbeda dengan gadis-gadis desa di desaku. jelas saja jika Ibu Bagus mengatakan hal tersebut kepadaku.
Akhir-akhir ini ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, yakni tentang perlakuan anak majikanku Mas James terhadapku. Mas James adalah anak bontot keluarga Bapak Bagus. Dia masih kuliah di semester 2, sedangkan kedua kakaknya telah berkeluarga dan tinggal di rumahnya masing-masing. Mas James baik dan sopan terhadapku, hingga aku jadi agak segan bila berada di dekatnya. Sepertinya ada sesuatu yang bergetar di hatiku. Jika aku ke pasar, Mas James tak segan untuk mengantarkanku. Bahkan ketika naik mobil aku tidak diperbolehkan duduk di jok belakang, harus di sampingnya.Aku jadi merasa tidak enak. Ada kejadian malam sekitar pukul 21.00, Mas James hendak membuat mie instan di dapur, aku bergegas mengambil alih dengan alasan bahwa yang dilakukannya pada dasarnya adalah tugasku untuk bisa melayani majikanku. Tetapi yang terjadi Mas James justru berkata kepadaku, “Nggak usah, Lastri. Biar aku saja, tidak apa-apa”
“tidak apa-apa Mas”, jawabku tersipu sembari menyalakan kompor gas.
Tiba-tiba Mas James menyentuh pundakku. Dengan lirih dia berucap, “Kamu sudah capek seharian bekerja, Lastri. Tidurlah, besok kamu harus bangun pagi-pagi sekali.”
Aku hanya tertunduk tanpa bisa berbuat apa-apa. Mas James kemudian melanjutkan memasak. Namun aku tetap termangu di sudut dapur. Hingga kembali Mas James menegurku.
“Lastri , kenapa belum masuk ke kamarmu. Nanti kalau kamu kecapekan dan terus sakit, yang repot kan kita juga. Sudahlah, aku bisa masak sendiri kalau hanya sekedar bikin mie itu aku bisa”
Belum juga habis ingatanku saat kami berdua sedang nonton televisi di ruang tengah, sedangkan Bapak dan Ibu Bagus sedang tidak berada di rumah. Entah kenapa tiba-tiba Mas James memandangiku dengan lembut. Pandangannya membuatku jadi salah tingkah.
“Kamu cantik, Lastri.”
Aku cuma tersipu dan berucap,
“Teman-teman Mas James di kampus kan lebih cantik-cantik, apalagi mereka kan orang-orang kaya dan pandai.”
“Tapi kamu lain, Lastri . Pernah tidak kamu membayangkan jika suatu saat ada anak majikan mencintai pembantu rumahtangganya sendiri?”
“Ah.. Mas James ini ada-ada saja. Mana ada cerita seperti itu”, jawabku.
“Kalau kenyataannya ada, bagaimana?”
“Iya.. nggak tahu deh, Mas.”
Perkataanya itu yang hingga saat ini membuatku selalu gelisah. Apa benar yang dikatakan oleh Mas James bahwa ia mencintaiku? Bukankah dia anak majikanku yang tentunya orang kaya dan terhormat, sedangkan aku cuma seorang pembantu rumah tangga.
Tidak terasa aku memasuki bulan ke tujuh masa kerjaku. Sore ini cuaca memang sedang hujan meski tak seberapa lebat. mobil Mas James memasuki garasi. Kulihat pemuda ini berlari menuju teras rumah. Aku bergegas menghampirinya dengan membawa handuk untuknya.
“Bapak belum pulang?” tanyanya padaku.
“Belum, Mas.”
“Ibu.. pergi..?”
“Ke rumah Bude Mami, begitu ibu bilang.”
Mas James yang sedang duduk di sofa ruang tengah kulihat masih tak berhenti menyeka kepalanya sembari membuka bajunya yang rada basah. Aku yang telah menyiapkan segelas kopi susu panas menghampirinya. Saat aku hampir meninggalkan ruang tengah, kudengar Mas James memanggilku. Kembali aku menghampirinya.
“Kamu tiba-tiba membuatkan aku minuman hangat, padahal aku tidak menyuruhmu kan”, ucap Mas James sembari bangkit dari tempat duduknya.
“Santi, aku mau bilang bahwa aku menyukaimu.”
“Maksud Mas Apa bagaimana?”
“Apa aku perlu jelaskan?” sahut Mas James padaku.
Kami saling berhadapan dengan Mas James dengan jarak yang sangat dekat, bahkan bisa dikatakan terlampau dekat. Mas James meraih kedua tanganku untuk digenggamnya, dengan sedikit tarikan yang dilakukannya maka tubuhku telah dalam posisi sedikit terangkat merapat di tubuhnya. Sudah pasti dan otomatis pula aku semakin dapat menikmati wajah ganteng yang rada basah akibat guyuran hujan tadi. Demikian pula Mas James yang semakin dapat pula menikmati wajah bulatku yang dihiasi bundarnya bola mataku dan mungilnya hidungku.
Kami tak bisa berkata-kata lagi, hanya saling melempar pandang dengan dalam tanpa tahu rasa masing-masing dalam hati. Tiba-tiba entah karena dorongan rasa yang seperti apa dan bagaimana bibir Mas James menciumi setiap lekuk mukaku yang segera setelah sampai pada bagian bibirku, aku membalas pagutan ciumannya. Kurasakan tangan Mas James merambah naik ke arah dadaku, pada bagian gumpalan dadaku tangannya meremas lembut yang membuatku tanpa sadar mendesah dan bahkan menjerit lembut. Sampai disini begitu campur aduk perasaanku, aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan takut yang entah bagaimana aku harus melawannya.
Namun campuran rasa yang demikian ini segera terhapus oleh rasa nikmat yang mulai bisa menikmatinya, aku terus melayani dan membalas setiap ciuman bibirnya yang di arahkan pada bibirku berikut setiap lekuk yang ada di bagian dadaku. Aku semakin tak kuat menahan rasa, aku menggelinjang kecil menahan desakan dan gelora yang semakin memanas.
Ia mulai melepas satu demi satu kancing baju yang kukenakan, sampailah aku telanjang dada hingga buah dada yang begitu ranum menonjol dan memperlihatkan diri pada Mas James. Semakin saja Mas James memainkan bibirnya pada ujung buah dadaku, dikulumnya, diciuminya, bahkan ia menggigitnya. Golak dan getaran yang tak pernah kurasa sebelumnya, aku kini melayang, terbang, aku ingin menikmati langkah berikutnya, aku merasakan sebuah kenikmatan tanpa batas untuk saat ini.
Aku telah mencoba untuk memerangi gejolak yang meletup bak gunung yang akan memuntahkan isi kawahnya. Namun suara hujan yang kian menderas, serta situasi rumah yang hanya tinggal kami berdua, serta bisik goda yang aku tak tahu darimana datangnya, kesemua itu membuat kami berdua semakin larut dalam permainan cinta ini. Pagutan dan rabaan Mas James ke seluruh tubuhku, membuatku pasrah dalam rintihan kenikmatan yang kurasakan. Tangan Mas James mulai mereteli pakaian yang dikenakan, iapun telanjang bulat kini. Aku tak tahan lagi, segera ia menarik dengan keras celana dalam yang kukenakan. Tangannya terus saja menggerayangi sekujur tubuhku. Kemudian pada saat tertentu tangannya membimbing tanganku untuk menuju tempat yang diharapkan, dibagian bawah tubuhnya. Mas James dan terdengar merintih.
Buah dadaku yang mungil dan padat tak pernah lepas dari remasan tangan Mas James. Sementara tubuhku yang telah telentang di bawah tubuh Mas James menggeliat-liat seperti cacing kepanasan. Hingga lenguhan di antara kami mulai terdengar sebagai tanda permainan ini telah usai. Keringat ada di sana-sini sementara pakaian kami terlihat berserakan dimana-mana. Ruang tengah ini menjadi begitu berantakan terlebih sofa tempat kami bermain cinta denga penuh gejolak.
Ketika senja mulai datang, usailah pertempuran nafsuku dengan nafsu Mas James. Kami duduk di sofa, tempat kami tadi melakukan sebuah permainan cinta, dengan rasa sesal yang masing-masing berkecamuk dalam hati. “Aku tidak akan mempermainkan kamu, Lastri. Aku lakukan ini karena aku mencintai kamu. Aku sungguh-sungguh, Lastri. Kamu mau mencintaiku kan..?” Aku terdiam tak mampu menjawab sepatah katapun.
Mas James menyeka butiran air bening di sudut mataku, lalu mencium pipiku. Seolah dia menyatakan bahwa hasrat hatinya padaku adalah kejujuran cintanya, dan akan mampu membuatku yakin akan ketulusannya. Meski aku tetap bertanya dalam sesalku, “Mungkinkah Mas James akan sanggup menikahiku yang hanya seorang pembantu rumahtangga?”
Sekitar pukul 19.30 malam, barulah rumah ini tak berbeda dengan waktu-waktu kemarin. Bapak dan Ibu Bagus seperti biasanya tengah menikmati tayangan acara televisi, dan Mas James mendekam di kamarnya. Yah, seolah tak ada peristiwa apa-apa yang pernah terjadi di ruang tengah itu.
Sejak permainan cinta yang penuh nafsu itu kulakukan dengan Mas James, waktu yang berjalanpun tak terasa telah memaksa kami untuk terus bisa mengulangi lagi nikmat dan indahnya permainan cinta tersebut. Dan yang pasti aku menjadi seorang yang harus bisa menuruti kemauan nafsu yang ada dalam diri. Tak peduli lagi siang atau malam, di sofa ataupun di dapur, asalkan keadaan rumah lagi sepi, kami selalu tenggelam hanyut dalam permainan cinta denga gejolak nafsu birahi. Selalu saja setiap kali aku membayangkan sebuah gaya dalam permainan cinta, tiba-tiba nafsuku bergejolak ingin segera saja rasanya melakukan gaya yang sedang melintas dalam benakku tersebut. Kadang aku pun melakukannya sendiri di kamar dengan membayangkan wajah Mas James.
Bahkan ketika di rumah sedang ada Ibu Bagus namun tiba-tiba nafsuku bergejolak, aku masuk kamar mandi dan memberi isyarat pada Mas James untuk menyusulnya. Untung kamar mandi bagi pembantu di keluarga ini letaknya ada di belakang jauh dari jangkauan tuan rumah. Aku melakukannya di sana dengan penuh gejolak di bawah guyuran air mandi, dengan lumuran busa sabun di sana-sini yang rasanya membuatku semakin saja menikmati sebuah rasa tanpa batas tentang kenikmatan. Agen BandarQ
0 komentar:
Posting Komentar