Senin, 29 Juni 2020

Memuaskan Nafsu Jessica


NagaQQ - Hari ini aku  kena PHK di tempat kerjaku dan  istriku tidak bicara ketika kutunjukkan surat pemutusan hubungan kerja itu. Ia hanya memandangi bayi kami yang baru berusia 1 bulan. Terbayang di benak kami bagaimana cara menghidupi bayi ini tanpa pekerjaan.

Dan sudah 1 minggu aku menyibukkan diri mencari lowongan pekerjaan di koran serta mendatangi perusahaan untuk mencari kerja dan hasilnya nihil. dan setelah aku pulang sorenya istriku membawa kabar gembira. Pak Danuwarta, lelaki tua yang tinggal tidak terlalu jauh dari rumah kami kena stroke. Ia harus istirahat total dan berhenti menyupir untuk majikan nya. Kata istriku, majikan pak Danuwarta butuh supir baru segera.


Pagin harinyapukul 7 aku langsung pergi ke rumah Pak Robert, mantan majikan Pak Danuwarta. Rumah Pak Robert sangatlah mewah. Pembantu Pak Robert membukakan  pintu gerbang dan mempersilakan aku menunggu di depan teras rumahnya. Tidak lama kemudian Pak Robert menghampiriku. dia seorang lelaki tua, direktur di perusahaan peralatan masak di Surabaya.

“Kamu tetangga Pak Danuwarta?” Tanya Pak Robert.
“Benar, Pak. Nama saya Eriko”
“Kamu kelihatan muda sekali. Berapa umurmu?” Tanya Pak Robert.
“27 tahun, Pak”
“Sudah lama jadi supir?”
“2 tahun, Pak”

“Baik, Eriko. Kamu akan menjadi supir pribadi istri saya. Istriku adalah Manager perusahaan. Ia harus banyak mengunjungi cabang-cabang perusahaan kami di kota-kota lain di Indonesia,” ujar Pak Robert. “Gaji tiga bulan pertama Rp 3 juta. Setuju?”
“Setuju, Pak”
“Kamu mulai kerja hari ini!” kata Pak Robert.

Seminggu sudah aku menjadi supir Nyonya Robert. Dari karyawan kantor, aku tahu nama Nyonya Robert adalah Jessica. Di mobil Bu Jessica tak banyak bicara. Seperti pagi ini dalam perjalanan ke Malang, menuju ke kantor cabang. Ia hanya bicara beberapa patah kata saja.

Kami sampai di Malang sebelum tengah hari. Bu Jessica langsung memimpin rapat. Aku sendiri langsung menuju warteg makan di depan kantor. Setelah 3 jam menunggu, perutku mulas. Aku mencari WC. Kata karyawan kantor, WC supir ada di bagian belakang. Aku segera menyelinap ke belakang mencarinya.

Setelah selesai, aku bermaksud kembali ke depan melewati lorong-lorong sempit itu. Dinding salah satu lorong itu ternyata adalah kaca salah satu ruang kantor. Tirai dinding kaca itu terbuka sedikit, dan tak sengaja dari celah kecil itu aku melihat sebuah adegan seru, yang sudah pasti bukan kegiatan kantoran pada umumnya.

Seorang lelaki muda sedang asyik memeluk, mencium dan dengan lidahnya menelusuri dada perempuan yang aku kenal betul, yakni Bu Jessica. di atas sebuah sofa di ruang kantor kepala pemasaran cabang Malang.

Bu Jessica menampakkan dadanya yang penuh di balik BH yang terurai sebelah. Bu Jessica tampak begitu menikmati itu. Kepalanya terdongak dengan mata terpejam bibirnya terbuka. Kalau tak ada dinding kaca ini, aku pasti bisa mendengar desah-desah nikmatnya. Aku terpaku menikmati adegan kecil di celah sempit itu.

Tak sengaja kakiku menyentuh tumpukan stok barang pecah belah. Setumpuk piring jatuh berhamburan, menimbulkan suara yang pasti terdengar dari dalam ruangan. Kulihat aksi Bu Jessica dan lelaki itu terhenti seketika. Aku lari menjauh, tak perlu repot-repot menata ulang piring-piring yang berserakan.

Satu jam kemudian Bu Jessica keluar dari kantor dan minta balik ke Surabaya. Aku tak berani banyak bicara dalam mobil. Bu Jessica juga tidak, tapi ia kelihatan santai sekali. Aku bertanya-tanya dalam hati apakah ia tahu aku mengintipnya tadi. Dua puluh menit kemudian, masih dalam perjalaan balik ke Surabaya, ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

“Eriko, berapa umurmu?” Tanya Bu Jessica tiba-tiba.
“27 tahun, bu”
“Sudah menikah?”
“Sudah, Bu. Saya punya bayi usia 1 bulan”

Tiba-tiba Bu Jessica melemparkan satu amplop tebal ke kursi di sebelahku. Sejumlah lembaran seratus ribuan tampak dari ujung amplop yang terbuka.

“Itu untuk kamu dan anakmu. 10 juta rupiah!” kata Bu Jessica.
“Untuk saya?” tanyaku heran.
“Ya, untuk kamu,” tegas Bu Jessica.
“Wah, untuk apa ini, ya, bu?” tanyaku tak mengerti. Aku melihatnya dari kaca spion. Bisa kulihat Bu Jessica tersenyum dari kaca itu.

“Ini uang tutup mulut. Aku tahu kamu mengintip aku sedang bermesraan dengan Seto tadi. Tidak boleh ada yang tahu ini. Kalau Pak Robert tahu, itu berarti dari kamu. Dan kau pasti akan kehilangan pekerjaan. Kunci mulutmu dengan uang 10 juta itu, dan kau tetap bisa bekerja. Paham?” ujar Bu Jessica tegas.

Aku terdiam sejenak. Kuberanikan bicara,
“Ibu tidak perlu memberi saya uang itu. Saya akan tutup mulut. Ibu bisa pegang kata-kata saya”
“Tidak! Ambil saja! Dan jangan bicara lagi!”

itulah kalimat terakhir bu Jessica. Selebihnya, ia tidak bicara lagi. Besoknya aku menyetorkan uang ke tabunganku tanpa bilang-bilang istriku. Dan selanjutnya, aku menutup mulut rapat-rapat. Hari-hari berjalan seperti biasa, tak banyak yang berubah.


Seketika berubah suasana di dalam mobil. Belakangan ini Bu Jessica kerap kali bergeser tempat duduk. Kalau biasanya ia duduk tepat di belakangku, kali ini ia lebih sering bergeser ke kiri. Ia mulai mencuri pandang ke arahku dari duduknya di mobil. Entah kenapa ia begitu. Yang jelas aku tak pernah berani menatapnya dari balik.

Pagi ini aku mengantar Bu Jessica ke bandara Juanda. Ia akan bertugas memeriksa cabang Bali selama seminggu. Jadi, selama seminggu ini aku akan stand-by di kantor Pak Robert sebagai sopir cadangan. Tapi selepas siang sebuah sms masuk ke HP-ku. Itu dari Bu Jessica. Bunyinya, : Sopir cabang Bali sakit. Kamu ke Bali siang ini. Sudah saya kirim uang buat beli tiket pesawat. Kamu langsung ke kantor Cabang Denpasar”.

Segera aku mendapatkan uang tiket dan alamat kantor Cabang Denpasar dari kantor Surabaya. Senang juga rasanya naik pesawat untuk pertama kalinya. 4 jam kemudian aku sudah berada di Kantor Cabang Denpasar. “Saya lebih nyaman kalau kamu yang nyupir,” kata Bu Jessica begitu duduk di kursi belakang di mobil Cabang Denpasar. “Kamu banyak tahu jalan-jalan di Denpasar, kan?” tanya Bu Jessica.

“Ya, Bu. Saya menempuh SMA saya di sini,” kataku.
“Baiklah, langsung ke Hotel Santika Kuta Beach,” perintah Bu Jessica.

Setelah check-in di hotel, aku sempat membawakan barang ke kamar Bu Jessica, sebuah kamar cottage tepat di pinggir pantai Kuta. “Ini uang buat cari hotel kecil di sekitar sini. Mobil kamu bawa. HP-kamu mesti stand-by. Kalau saya perlu keluar, saya akan telepon,” kata bu Jessica.
“Baik, bu!”

Aku mendapatkan hotel kecil tak jauh dari Santika Kuta Beach. Jam 6malam kurang sedikit, sehabis mandi, dan mengenakan t-shirt, teleponku bergetar. Bu Jessica kirim SMS. “Charger hp  saya tertinggal di mobil. Bisa kamu antar ke hotel?” demikian bunyi SMS itu. Aku segera beranjak. Ketika sampai di hotel, SMS Bu Jessica datang lagi, “Kamu sudah sampai hotel? Bisa langsung antar charger ke kamar saya?”

Dengan charger di tangan, aku bergerak ke bagian belakang hotel dan mencari cottage bu Jessica. Di malam hari suasana cottage itu syahdu benar, dengan tanaman rindang, lampu redup di seputaran cottage dan deburan ombak laut tak jauh dari cottage. Aku mengetuk pintu cottage.

“Masuk saja, tidak dikunci!” terdengar suara Bu Jessica. Aku tak berani langsung masuk. Ragu aku berdiri di depan pintu.
“Masuk, Eriko!” suara Bu Jessica agak meninggi, setengah memerintah.

Aku mendorong pintu. Bu Jessica berdiri di dekat jendela yang menghadap ke pantai dengan segelas soft-drink dengan rambut terurai dan senyum manis. Berdebar aku melihatnya. Tank-top merah ketat yang dikenakan membiarkan lekuk-lekuk dadanya terlihat jelas. Belahan dada yang indah itu pun tidak tersembunyikan. Aku menatap kakinya yang jenjang. Shorts putih yang teramat pendek itu menyajikan sepasang paha mulus yang kencang.

“Ini chargernya, Bu Jessica. Saya taruh sini, ya!” kataku. Bu Jessica berjalan menghampiriku. Ya ampun! Cara berjalan itu, demikian menggetarkan dada. Seksi nian orang satu ini. “Kamu kelihatan gugup,” ujar Bu Jessica tenang, menatapku dengan pandangan penuh. Tak pernah ia memandangku sedemikian rupa sebelumnya.

“Lihat sekeliling. Sebuah kamar yang nyaman dengan lampu redup, dan suara debur ombak. Sempurna sekali, bukan?” kata Bu Jessica. Aroma parfum mahal itu menyergap hidungku. Aku tak tahu Bu Jessica bicara apa, tapi aku menjawabnya.

“Ya, benar. Sempurna,” kataku. Aku mundur beberapa langkah. Bu Jessica makin dekat ke arahku.
“Apa yang kau pikirkan sekarang?” tanya Bu Jessica. Wajahnya tak jauh dari wajahku,
“Saya….eh…saya, harus segera balik. Saya tidak ingin mengganggu kesempurnaan suasana ini,” kataku.

“Begitu?” kata Bu Jessica pelan, meletakkan gelas di meja di sebelahnya.
“Kalau begitu, balikkan badan dan tutup pintu itu,” katanya kemudian. Aku menuruti perintahnya. Aku membalikkan badan, dan menutup pintu.
“Tidak, begitu, Eriko. Tutup dari dalam, bukan dari luar!” ujar Bu Jessica.Aku terkejut.
“Dari dalam? Maksud Ibu?”

“Ya, dari dalam. Dan kau tetap di sini. Kita cuma berdua di kamar yang romantis ini. Tidak bisakah kau lihat ranjang itu? Tidak kah kau tahu kenapa aku memanggilmu ke sini? Tidak bisakah kau lihat betapa aku menginginkanmu?”

Aku diam terpaku. Tapi ada benda yang mulai terasa mekar di selangkanganku. Bu Jessica mendekatiku dan mengalungkan kedua tangannya ke leherku. “Pangil aku Jessica saja. Bawa aku ke ranjang itu. Aku ingin kamu cumbui aku. Bercintalah denganku. Aku pingin sekali!” Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata.

Bibir Jessica telah mendarat di bibirku. Dilumatnya aku dengan rakus dan beringas. Entah kenapa aku tak lagi ragu. Kubalas lumatan bibir itu dengan tak kalah beringas. Sungguh manis dan segar bibir itu. Jessica segera melepas kaosku dan melepas tank-topnya sendiri, membiarkan dada indahnya telanjang.

Aku segera menyergap dada indah itu. Kukulum dan kuhisap habis-habisan puting susu Jessica. Aku yakin itu yang ia suka dan ia mau sekarang. Dan aku benar. Ia mengerang dan mendesah dan membiarku aku mengeksplorasi dada dan lehernya dengan bibir dan lidahku.

Kukulum lembut puting merah jambu itu dan kuremas- remas dengan ritme yang lembut pula. Tubuh Jessica bergetar hebat. Dengan ciuman bertubi-tubi dan dorongan dadanya pula, ia menggerakkan aku ke arah ranjang dan menindihku dengan gencar, masih dengan ciumannya yang makin beringas.

“Susuku. Aku mau kau hisap putingku lagi. Telusuri sekujur dadaku. Buat aku nikmat. Buat aku melayang, Eriko!”
“Kau akan dapatkan yang kau mau, Jessica ” kataku tersengal.

Kuberi Jessica jilatan-jilatan rakus di puting dan seputaran susunya. Ia membalasanya dengan gerakan yang sangat terlatih dan terampil. Dibalasnya aku dengan menghisap dan menggigit kecil putingku. Dan debur ombak pantai Kuta seperti mendadak membimbing Jessica untuk memintaku melepaskan celana pendek yang dikenakan itu, dan ia tak sabar membantu aku melepaskan celana jeansku.

“Lepas celanaku, Eriko. Lepas dan beri aku kejantananmu,” Jessica mendesah ketika mulai kuraih celana itu untuk kulorotkan. Tempik indah dan manis perempuan itu menyembul dengan kerumunan rambut halus yang menyemut di sekitarnya.
“Kamu mau aku menggerayangi ini dengan lidahku?” tanyaku.
“Itu yang aku mau. Do it!” kata Jessica.



Ia membantu dirinya sendiri terlentang dan meraih kepalaku. Kubenamkan wajahku di tempat Jessica dan kumainkan lidahku, merangsek sedalam mungkin ke seantero vagina yang basah dan lapar itu. Jessica  merintih, mengerang, mendesah dan mengaduh nikmat. “Ohhhh! ooouhhhh! Ouuuhhhh, Eriko!! That’s good. Terussss. Terusss. Ouuuh!” Jessica terus mengerang di antara debur ombak pantai.

Sejenak kemudian, ia mengangkat kepala dan meraih penisku. “Sekarang kau harus merasakan balasanku,” seloroh Jessica. Ia menelan bulat-bulan penisku dan mengulumnya penuh nikmat. Iapun menarik penisku maju mundur mulai dari kecepatan rendah, sedang dan kecepatan tinggi dengan jepitan mulutnya. Aku terengah-engah dibuatnya. Sungguh ahli perempuan ini memberikan kenikmatan pada penisku. Benar-benar mabuk aku dibuatnya.

Tak sabar lagi aku. Libidoku sudah naik ke ubun-ubun. Aku menindihnya, menyerang susunya sekali lagi dan membuat Jessica menggelinjang liar di tempat tidur itu. Jessica lebih tak sabar lagi. Ia mengulum penisku dan membantuku mencari tempat basahnya.

“Senangkan aku, bahagiakan aku, Eriko. Aku mau kamu sejak pertama aku melihat kamu!
“Kamu terlalu banyak meminta, Jessica,” kataku.

Kubenamkan penisku ke dalam vaginanya yang basah menantang. Kupompa dengan penuh kelembutan dengan gerakan yang kusesuaikan dengan debar nafas Jessica. Kubiarkan penisku mencari titik-titik nikmat di vagina Cina seksi ini. Kuberi ia bonus gigitan-gigitan kecil di puting dan sekujur susunya. Ini membuat Jessica senang bukan main. Tak bisa kujelaskan rintihan, desahan dan erangan Jessica .Restupoker

Aku dan Jessica bercinta semalam suntuk. Jessica hanya memberiku istirahat sejenak sebelum ia mulai menyerang aku lagi. Ia punya banyak teknik permainan yang membuatku terperangah. Dan ia selalu meminta, meminta dan meminta. Ini membuat aku harus mengimbanginya terus, berapa kalipun ia memintanya.

Kami berada di Bali seminggu penuh. Jessica pintar bikin alasan untuk tidak perlu datang ke kantor cabang. Ia hanya mau aku mencumbunya terus dan terus tiada habis. Pada malam terakhir sebelum balik ke Surabaya, aku dan Jessica bercinta di dalam sleeping-bag selepas tengah malam di pantai yang sunyi.

Begitu balik ke Surabaya, Jessica terus minta aku memuaskannya di kamar rumahnya ketika Pak Robert dan seisi rumah sedang keluar, kami pergi ke hotel di Malang, Jogja, Madiun, Jakarta bahkan Singapura. Sering pula Jessica minta aku mencumbunya di dalam mobil dan dimana saja ia menjadi horny.Agen BandarQ
NagaQQ

0 komentar:

Posting Komentar